Dandelion, Ilalang, Angin, dan Tuan Matahari

Dandelion, tanaman kecil yang berpendar kaku di sela ilalang yang menjulang.
Jangan di tanya, tentang dirinya yang tumbuh tersudut dan terinjak oleh kawanan organisme yang hendak melewatinya.

Dandelion selalu cemburu kepada ilalang yang dapat tumbuh lebih tinggi dari semak, yang menjadikannya primadona di padang rumput. Yang Lebih mudah ditemui tanpa harus berteriak memberi kode pemanggil untuk menemukannya. Sedangkan dandelion? Mungkin kau harus berteriak lantang dengan perpaduan penglihatan yang sangat tajam untuk menemuinya. Jika mungkin, kaca pembesarlah yang dapat membantumu menemukannya, jika kau beruntung!
Tak tahu berapa kali lagi dandelion harus berusaha untuk bertumbuh melampaui ilalang, setidak-tidaknya menjadi tanaman yang setara. Namun ilalang selalu lebih dibanding dandelion.
Tak ada dandelion yang mampu tumbuh lebih tinggi dari ilalang.

“Ada apa denganmu dandelion?
Kenapa kau begitu ingin tumbuh lebih tinggi dari ilalang? Menjadi tanaman berhabitus semak? Kenapa?”

“ Tuan Matahari!
Saya ingin bertemu tuan matahari secara langsung! Bukankah selama ini kau Ilalang yang selalu menyambut tuan matahari di setiap pagi? Lalu sisa cahayanya kau berikan untukku yang bermukim di jauh dibawahmu!
Saya ingin bertemu tuan matahari !
Tapi aku tak pernah bisa tumbuh melampauimu!
Bukankah kau tahu? Segala usaha telah ku lakukan untuk mimpi terbesarku ini? Bertemu Tuan Matahari yang mungkin saja tak akan terealisasi “
Menjawablah dandelion dengan intonasi yang peluh.

Takdir tetap takdir! Takdir selalu membawa ilalang lebih tinggi dari dandelion dan Ilalanglah yang bertemu tuan matahari setiap pagi.
Melayulah dandelion, hingga pada suatu sore angin mendengar tangis lukanya. Dipapahnya dandelion. Di terbangkannyalah benih-benih bunga dandelion oleh angin ke penjuru area. Angin membawanya terbang tinggi dan terpental di padang tanpa ilalang sebatangpun. Diletakkannyalah benih dandelion disana. Tetesan embun subuh membawanya tumbuh menjadi sebatang dandelion tanpa ilalang di sekelilingnya.
Di suatu pagi, bertemulah ilalang dengan tuan matahari secara langsung, bahagia yang tak terkira serasa menerbangkan hati dandelion.
Matahari meninggi, suhunya pun semakin panas. Dandelion mampu hidup pada lingkungan kering tapi tak akan mampu hidup pada suhu yang terlampau tinggi, lebih tinggi dari suhu laut dijadikan satu.
Dandelion Melayu dan akhirnya mati. Dandelion tak mampu hidup pada suhu tersebut. Rupanya angin telah membawanya ke lingkungan paling timur di belahan bumi.
Dandelion yang malang....
Untuk mengenang ketulusan Kelopak-kelopaknya.. Dijadikannya dandelion sebagai simbol ketulusan. Berjanjilah angin untuk setia mengantarnya ke belahan bumi paling damai.

Sementara tuan matahari, akan selalu siap menerangi setiap tanaman yang ada di belahan bumi. Baik itu ilalang, dandelion, rumput, dan tanaman-tanaman lain pada porsinya masing-masing.
“Tak usah kau khawatir dengan semua aturan sang pencipta. Bukankah segala perkara telah dilakukan dengan benar?
Meski terkadang salah di mata kita, Cukup percaya saja.
Semuanya akan baik-baik saja !”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sembilan Belas Tahun

Perkenalan