Merajut Mimpi Bersama Bidikmisi





Tuhan tahu bagaimana Tulus..
Tuhan tahu bagaimana Ikhlas..
Tuhan tahu bagaimana Tulus dan Ikhlas menjadi manis..
Seperti penantian pagi pada sang pencerah hari
Seperti penantian siang pada terik yang kian  menarik
Seperti penantian senja  pada langit  yang lembayung
Seperti Penantian malam pada bintang bertabur kerlip yang indah.

Tentang harapan dan penantian
Tentang mimpi di senggang waktu   
Tentang cita-cita, kesederhanaan dan kedermawanan
Tentang makna soal memberi
Tentang angan yang menjadi harapan

Merajut mimpi bersama Bidikmisi

Meresapi untaian perjalanan yang mungkin panjang
Izinkan aku menulisnya. Untuk sesuatu yang benar-benar berarti dalam hidupku. Kumulai surat ini dengan perkenalan terlebih dahulu. Nama saya Sriwidayani Syam, sering dipanggil Anhy. Anak ke 2 dari 3 bersaudara. Sekarang sedang menempuh pendidikan di Jurusan Biologi International Class Programme  pada salah satu universitas ternama di Indonesia timur, Universitas Negeri Makassar tepatnya.
Saya tidak tahu bagaimana mengawali tulisan ini. Di luar sana hujan menari dengan rinainya. Hujan adalah stimulus paling tepat untuk mengingat memoar-memoar di masa silam.  Ingin ku katakan bahwa rinai hujan kali ini  membawaku kembali me-review sebuah perjalanan hidup, perjalanan hati yang ku alami selama 2 tahun terakhir ini. Tak terasa dan ingin kukatakan bahwa manusia memang tak pernah menebak bagaimana  waktu akan membawanya  pada masa yang disebut beruntung.  Waktu merupakan penasihat paling bijak yang pernah ada.
Masih teringat dengan jelas, 2 tahun lalu. Yah tepatnya januari 2012. Saya masih duduk di bangku SMA dan berstatus sebagai siswa semester akhir saat itu. Bukan tidak mungkin bahwa ketika seorang siswa sudah berada pada semester akhir maka mereka akan berfikir tentang masa depannya. Masa depan yang mana? tentunya masa depan tentang dimana mereka akan melanjutkan jenjang pendidikan. Begitupun aku.
Melanjutkan jenjang pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bagi siswa-siswa yang keluarganya berkecukupan sih tidak ada masalah, “Its fine for them “ mereka tinggal memilih tempat kuliah, kemudian berproses didalamnya.. Lantas bagaimana dengan siswa yang penghasilan orang tuanya di bawah rata-rata? Apakah masih bisa dibilang? “Its fine” ?. Kupikir tidak.
Seperti halnya saya, saya berasal dari keluarga sederhana. Ayah saya seorang petani dan ibu saya seorang ibu rumah tangga. Satu dari sekian banyak hal yang kupahami bahwa hidup dalam kesederhanaan tidak lantas membuat kami gegabah.
“Bersyukur meski tak cukup” kurang lebih seperti ini kata-kata yang selalu dilontarkan ayah kepada kami, pengikutnya.

Karena hidup adalah  berjuang...
Meresapi perjalanan hati selama beberapa tahun ini, jatuh bangun sudah biasa. Menapaki kerikil yang tajam, atau bahkan melewati jurang-jurang yang seakan menjadi penentu kehidupan. Kusebut ini sebagai perjalanan hati. Perjalanan yang meminta hati untuk bersabar atas sesuatu yang berbuah manis.
“Hidup bukan hanya soal  harta, jabatan, pangkat,dll. Masih banyak hal yang lebih penting dan bermakna yang bisa kita lakukan”
kalimat ini adalah salah satu dari sekian  banyak makna penting dari film 3 idiot, dan benar saja jika kita memandang hidup hanya sampai pada batas materi saja, maka hidup kita tak lagi menjadi hidup. Hidup akan indah jika kita tahu cara untuk hidup. Berusaha, berdo’a, berbagi, dan bersyukur adalah beberapa hal yang menjadi penting.
            Pada suatu waktu yang ku sebut awal perjuangan. Waktu yang menjadi saksi atas usaha yang berbuah manis. Awal bulan maret 2012 menjadi salah satu momen tersibuk untuk siswa semester akhir yang akan berjuang melanjutkan studi. Di sela-sela ujian akhir yang menanti, kami disibukkan dengan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan pendaftaran masuk perguruan tinggi negeri yang saat itu disebut dengan istilah SNMPTN jalur undangan. Jalur SNMPTN yang satu ini memang di urus jauh sebelumnya. Bahkan sebelum Ujian nasional terlaksana. Berkas demi berkas disiapkan, juga jurusan yang akan menjadi tujuan pun di input. Setelah semua itu, kami hanya tinggal menunggu pengumuman kelulusan. Rasa percaya diri untuk lulus saat itu bisa dikatakan tinggi dikarenakan nilai rapor yang menjadi titik acuan saat itu juga mendukung.
Tiba saatnya pengumuman SNMPTN Jalur undangan.
Segera ku buka pengumumannya dengan memasukkan Pin dan Password saat itu.
“Maaf, Anda belum lulus seleksi SNMPTN Jalur undangan” kurang lebih seperti ini kata-kata yang muncul pada layar monitor di depanku.
Rasanya seperti meneguk kopi pekat tanpa gula sebutir pun, “Pahit”. Ekspresi wajah hanya Diam, seakan ingin teriak tapi bisu, Ingin berlari tapi lumpuh.
Kecewa? Nggak usah ditanya
Down? Sudah pasti
Pertanyaan terakhir:   
Menyerahhhh???
Hampir ku katakan “Iya”. Tapi teringat sama kata-kata ini: 

“Saat Anda ingin menyerah, ingatlah kembali alasan mengapa selama ini Anda bertahan. Gagal itu biasa, tapi kegagalan yang sesungguhnya adalah saat kita menyerah dan berhenti mencoba”


Well, lupakan yang telah berlalu. Berhenti meratapi kegagalan. Sekarang menatap kedepan. Perjuangan dimulai kembali.
Hari-hari kembali disibukkan dengan pengurusan SNMPTN jalur tulis. Untuk mendaftar SNMPTN Tes tulis harus memiliki Pin yang tentunya di ambil dari bank yang berbayar.
Kegalauan kembali melanda, dimana lagi aku harus meminta uang untuk membeli Pin SNMPTN Itu. Tiba-tiba kabar tentang pengurusan beasiswa mulai terdengar. Katanya ada pengurusan beasiswa bidikmisi dari pihak sekolah. Tanpa berfikir panjang saya langsung tersenyum dan mengurus segala berkas yang di perlukan lalu menyetornya ke pihak sekolah. Hari-hari terasa cukup panjang karena harus melengkapi semua berkas-berkas tersebut. Bahkan terkadang di pingpong kemana-mana untuk pengurusan berkas-berkas yang diminta.
Tak ada hal lain kecuali tetap semangat dan berusaha. Alhasil, Pin bidikmisi telah ditangan dan saya segera menuju warnet untuk mendaftar secara online. Saya memilih jurusan Biologi. Program studi Pendidikan Biologi International class programme (ICP) di pilihan pertama, dan pendidikan biologi reguler di pilihan kedua. Pilihan ini masih pilihan yang sama ketika saya mendaftar SNMPTN Jalur undangan. Cukup nekad juga mengambil prodi ICP yang bayarannya mahal dengan Cuma mengandalkan beasiswa yang notabene untuk orang yang kurang mampu. But Nothing is impossible kan? Tidak ada salahnya mencoba. Percaya saja bahwa tuhan selalu bersama orang-orang yang berusaha. Masuk di kelas ICP adalah impian. Maka ingin kugapai impian tersebut. Setiap hari saya belajar. Menaklukkan soal-soal yang terkadang memusingkan. Lalu mengikuti tes SNMPTN dengan segala persiapan.

Ia Serupa Seteguk Air di Padang Tandus
Tes telah dilalui. Sekarang tinggal menunggu pengumuman dan berdoa. Tepat hari sabtu, 7 juli 2012 Pengumuman SNMPTN Jalur tulis. Momen yang ditunggu-tunggu para pendaftar. Saat itu beda, saya tidak langsung mengecek pengumuman melainkan justru tidak mau melihat pengumuman karena takut kecewa untuk kedua kalinya. Handphone dimatikan dan tetap stay di dalam rumah. Setelah beberapa jam vakum akhirnya kuputuskan untuk menghidupkan HP dan membuka Facebook. Sosial media diramaikan dengan topik pengumuman SNMPTN. Beberapa teman yang sudah mengecek pengumuman pun mulai menumpahkan segala emosi lewat sosial media. Ada yang bersorak gembira karena lulus, ada juga yang semakin sedih karena belum lulus.
Sementara saya? Masih belum berani membuka pengumuman. Jam demi jam berlalu dan akhirnya kuputuskan untuk membuka pengumuman. Telah kutanamkan dihatiku bahwa apapun hasilnya, itulah yang terbaik.
Menginput Pin dilanjutkan password  dengan degupan jantung yang seolah berdetak 3 kali lipat lebih kencang  dari biasanya, sambil menunggu hasilnya terbuka dengan muka ditutup dengan kedua tangan namun masih bisa melihat di sela-sela jari..
1...2...3

“PESERTA DENGAN NOMOR 112-80-00959,
SELAMAT ANDA LULUS PADA JURUSAN BIOLOGI INTERNATIONAL CLASS PROGRAMME”

Senyum merekah, bahagia, ia serupa seteguk air di padang tandus. Makasih Tuhan, makasih ayah, ibu, kakak, adek, makasih semua.
Satu hal yang kupelajari bahwa setiap usaha yang tulus akan membuahkan hasil. Sabar itu pahit, tapi buahnya manis. Percayalah.
Lihat saja, Jurusan yang kupilih sama, universitas yang dituju pun sama. Perbedaanya adalah kali ini saya lulus dengan beasiswa Bidikmisi ditangan. Tuhan selalu menunjukkan hasil dari sebuah usaha pada masa yang tepat. Saya pun pernah berfikir bahwa tuhan tidak adil. Tuhan tidak menyayangiku. Tapi terbukti sekarang, hanya saja kita butuh bersabar dalam sebuah penantian yang mungkin panjang.

Merajut Mimpi Bersama Bidikmisi...
“Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”. Sebuah kalimat yang ku kutip dari film sang pemimpi.
Setiap orang punya mimpi, setiap orang punya harapan. Karena mimpi dan harapan adalah serangkai kata yang padu. Jika mimpi dan harapan itu ada, maka bersiaplah untuk berpacu. Pastikan kita akan menjadi pemenang dari  mimpi-mimpi kita.
Selalu ada jalan untuk orang yang mau berusaha, maka ingin kukatakan bahwa aku akan  merajut mimpi bersama Bidikmisi. Dalam kesederhanaan aku belajar banyak hal. Dalam kesederhanaan aku belajar berbagi, memberi makna soal memberi. Dan dalam kesederhanaan aku belajar Menjadi pribadi yang penuh visi untuk masa depan yang bergengsi bersama bidikmisi. Terima kasihku untuk bidikmisi. Sebuah penghargaan sebagai baktiku untukmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dandelion, Ilalang, Angin, dan Tuan Matahari

Sembilan Belas Tahun

Perkenalan