PENALARAN ITU JELEP (Jelas Esensinya, Lengkap Elemen Penyusunnya)


Seandainya kebersamaan itu didapatkan dengan cara dibeli, maka saya yakin tak akan sanggup membeli momen-momen kebersamaan di Penalaran. Sekiranya untuk mengerti bagaimana saling memahami dan menerima satu sama lain itu adalah sesuatu yang hanya ada di dasar  laut, maka saya tak akan sanggup menyelam untuk mendapatkannya. Dan andaikan kentalnya rasa kekeluargaan di penalaran hanya bisa di peroleh setelah merangkak ke puncak gunung, maka saya tak akan sanggup mendaki untuk mendapatkannya.            
                Sebuah nama sebuah cerita, sedang setiap cerita punya cara tersendiri untuk menjadikannya sesuatu yang sesalu di kenang. Mendengar kata PENALARAN maka saraf-saraf berkoordinasi dengan cepatnya untuk memutar semua memoar-memoar tentang Penalaran. Tentang manusia yang harus bersabar dan tekun untuk memperoleh target. Tentang sikap saling memahami dan menerima satu sama lain, tentang keterbukaan, kejujuran, bagaimana  membangun team work, bagaimana meleburkan ego, hingga bagaimana berbagi kasih .       
Berbicara tentang penalaran tak akan lengkap tanpa membahas sebuah RUMAH PERADABAN sederhana. Yah, Rumah Nalar namanya. Sepetak rumah yang tak begitu luas, tidak juga bertingkat, namun menjadi saksi kebersamaan kami para LASKAR NALAR. Sebuah rumah dengan sejuta magnet mungkin. Loh kok magnet? Iya, rumah ini saya yakin  punya magnet sehingga membuat para laskar nalar selalu tertarik untuk mengunjungi rumah peradaban ini. Magnetnya tak terlihat, tak teraba, namun bisa dirasakan.
                Rumah ini pulalah yang menyatukan berbagai macam karakter di penalaran, mulai dari yang terdiam hingga yang tercerewet, dari yang paling kaku hingga yang humoris, dari yang terlembut hingga yang terkasar, dari yang melankolis hingga sedikit egois. Bukan hanya itu, ada banyak elemen yang membuat penalaran menjadi organisasi yang lebih  berwarna, seperti kebiasaan-kebiasaan para laskar nalarnya. Ada yang suka bernyanyi (meskipun suara pas-pasan), ada yang khas dengan tariannya yang aneh, ada yang khas dengan lelucon yang selalu terlontar dengan murni, ada yang khas dengan suara lantangnya, hingga ke khasan yang bisa dilihat dari tingkat kejutekan para laskar nalar. Semua itu adalah anugerah yang mewarnai hari-hari kami dipenalaran. Organisasi bidang penelitian yang lengkap elemen-elemen penyusunnya.
Loyalitas Tanpa Batas !, untaian kata yang selalu terbesit pada dasar hati terdalam. Kata yang kian menyatukan  hati para laskar nalar dan membakar semangat kami untuk tetap berkarya. Untaian kata  yang menjadi pengingat kala kejenuhan menghampiri jiwa-jiwa kami. Loyal itu, tidak seperti ikan di empang, yang muncul hanya ketika makanan dibagikan. Loyal itu, tidak seperti  seleb di TV, yang muncul sekali, mendadak tenar, mengumbar pesona namun cepat pula menghilang. Loyal itu  bukan yang datang hanya  jika ada kegiatan besar dan duduk santai pada kursi terdepan agar dikenal. Dan loyal itu, bukan ketika lembaga diliput atas prestasinya, dan kau dengan bangganya menyebutkan “Itu Lembagaku” sementara dalam proses pencapaian prestasi itu kau hilang entah kemana. Tapi  LOYAL itu, ketika PENALARAN berada pada titik NOL sekalipun dan kau tetap meyakinkan lembaga dan berkata “All Is Well, Saya ada untuk PENALARAN, saya siap membangun PENALARAN, dan saya Bangga menjadi bagian dari PENALARAN”.
Setiap orang punya cara pandang tersendiri tentang penalaran. Setiap orang punya cara tersendiri untuk menunjukkan cintanya ke Penalaran, dan setiap orang punya cerita tersendiri tentang penalaran. Begitupun saya. Saya tak tahu bagaimana mengawali cerita tentang diriku dipenalaran. Saya tidak tahu kata apa yang tepat untuk mengawali tulisan ini. Tulisan saya jelek mungkin, tapi saya suka menulis. Kebiasaan  menulis inipun saya geluti saat bergabung di Penalaran. Saat bertemu dengan para penulis muda, para inspirator nalar. Sekedar informasi, sebelum bergabung di penalaran, ada dua hal yang tidak saya senangi yaitu Menulis dan Membaca buku. Ku pikir, menulis dan mebaca buku adalah sesuatu yang sangat membosankan, tidak ada seru-serunya, dan tidak ada seninya. Namun ternyata saya salah besar. Menulis itu menyenangkan, melegakan, dan menenagkan. Membaca itu adalah kesempatan untuk mendapatkan informasi yang suatu waktu dapat digunakan pada forum yang tepat.
Saya adalah orang yang tidak percaya diri dan paling tidak suka tulisan saya dibaca orang lain. Apalagi sampai orang itu menyebutkan beberapa untaian kalimat dalam tulisan saya didepan saya dengan maksud mengejek. Namun lagi-lagi orang-orang di Penalaran membantu saya menumbuhkan rasa percaya diri itu dan juga saya mulai berani untuk menunjukkan tulisan-tulisan saya. Termasuk tulisan ini.
Tulisan saya sudah ada puluhan, namun tulisan ini adalah tulisan pertama yang mungkin akan dibaca oleh orang selain saya. Meskipun jelek, tulisan ini saya relakan ditertawakan orang lain, ikhlas kok saya. Ini semua saya persembahkan untuk meramaikan hari jadi lembaga kami tanggal 22 september nanti. Lembaga yang menjadikan hidup kami lebih hidup. Lembaga yang mewarnai kehidupan kami. Lembaga yang menebar benih-benih cinta dihati kami. Serta Lembaga yang menuntun setiap langkah kami. Tulisan ini menjadi bukti cinta saya terhadap LPM PENALARAN. Maaf, saya cuma bisa memberikan ini. Sekali lagi maaf, tulisan saya jelek. Tapi saya suka menulis J.
Bukan penalaran namanya kalo cuma ada satu cerita yang terekam. Banyak hal yang diajarkan oleh penalaran melalui pengalaman-pengalaman yang terjadi. Diantaranya yaitu bagaimana belajar memasak bersama di dapur rumah nalar, bagaimana berbagi makanan, serta bagaimana bersyukur meski tak cukup.
 Oiya, dalam hukum fisika dinyatakan bahwa setiap aksi pasti ada reaksi. Begitupun dengan bergabungnya saya dipenalaran. Ini saya sebut sebagai aksi. Sedangkan reaksinya adalah bagaimana pandangan orang tua, teman, dan tetangga terhadap kebiasaan saya yang hampir setiap hari pulang malam. Kebiasaan berkunjung ke rumah nalar dan pulang malam tentunya  berefek pada tingkat keeksisan saya di mata tetangga, teman dan orang tua. Jadi, setiap saya pulang kerumah pada malam hari, ekspresi tetangga itu aneh, semacam heran, seakan tidak mau percaya kalo yang pulang malam-malam itu saya. Orang yang mereka kenal sebagai orang yang polos dan pendiam di rumah. Belum lagi pertanyaaan-pertanyaan yang acap kali terlontar dari mulut tetangga lain “Kau ngekost kah? Kok nggak pernah terlihat dirumahmu?” dan seketika itu, saya hanya diam, pasang muka ongol, lalu tersenyum kecut. Lain lagi dengan teman sepermainan dirumah yang merasa saya menjadi orang paling sibuk sekampung karena tidak ada lagi waktu bersama mereka. Setiap mengirim pesan singkat ke handphone saya mereka menanyakan “Dimana Posisi?” dan rasa-rasanya saya selalu  membalasnya dengan isi pesan yang sama “Di Rumah Nalar”, kemudian teman membalas singkat “Oo”. Dari nada pesannya sudah jelas mereka risih mungkin.
Di sisi lain, orang tua juga selalu bertanya ketika saya pulang malam. “Dari Mana?” dan saya hanya menjawab “Dari Rumah Nalar, Ada saya kerja tadi”. Mungkin ketika orang tua mendengarnya hanya 2 atau 3 kali alasan ini, tak apalah. Nah yang jadi masalah itu, setiap saya pulang malam, alasan saya hanya itu-itu saja. Karena memang kenyataannya seperti itu. Saya tak mungkin menambah dosa dengan membohongi kedua orang tua saya dengan alasan yang dimodifikasi. Saya mengerti kekhawatiran mereka. Mereka hanya tak ingin saya menjadi manusia yang lebih buruk dari hari kemarin. Tapi saya juga tak bisa berbohong “Saya terlanjur cinta sama penalaran”. Saya sudah berniat untuk loyal di penalaran. Ditambah lagi dengan kehadiran mereka. Kakak-kakak yang menyayangi adeknya, teman-teman seperjuangan, serta saudara-saudara gilaku di penalaran. Saudara-saudara yang menjadikan air mineral serasa teh, saudara-saudara yang hidup sederhana tapi ramai, serta saudara-saudara yang melukis pelangi di hatiku. Wataknya berbeda-beda, tapi mampu menciptakan benih-benih rindu di hati kala tak bersama.
                Selalu ada alasan untuk berkunjung ke rumah nalar. Pertanyaan yang selalu terbesit di hati adalah mengapa kami para laskar nalar tak pernah bosan untuk berkunjung ke rumah ini? Mungkin satu dari beberapa alasan mengapa kami selalu ingin kerumah ini adalah CINTA. Eits, tapi jangan  beranggapan lain. Cinta yang ku maksud disini adalah cinta seorang anggota kepada lembaganya. Cinta seorang anggota ke perkumpulan sederhananya.
                Penalaran itu jelep. Jelas esensinya, lengkap elemen penyusunnya. Nah? Esensinya itu apa?. Esensi itu adalah output yang diharapkan setelah berpenalaran. Banyak sekali uotput ataupun manfaat yang bisa di dapatkan dari penalaran. Diantaranya kita mengerti tentang penelitian (Pilar utama penalaran), bukan hanya itu, di penalaran juga kita belajar untuk meleburkan ego, menghilangkan keangkuhan , belajar bersabar, belajar menjadi seseorang yang bertanggung jawab dan tentunya tidak berputus asa.
                Atas apapun yang terjadi kemarin, hari ini, dan mungkin esok, saya Cuma mau bilang  “Makasih teruntuk LPM PENALARAN UNM”. Terlalu banyak pelajaran berharga yang tak mampu ku balas. Terlalu banyak kebersamaan yang terukir di lembaga ini,  bersama laskar nalar. And finally I just wanna say  HAPPY BIRTHDAY LPM PENALARAN UNM, WE LOVE YOU SO MUCH ” Terus berkarya , tetap semangat, Loyalitas Tanpa Batas J!!!!



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dandelion, Ilalang, Angin, dan Tuan Matahari

Sembilan Belas Tahun

Kenapa Tak Kau Tanyakan?